Nasdem Vs Golkar

|| || , || Leave a comments

Ibarat dikejar bayangan sendiri, karena diduga akan bermetamorfosa menjadi partai politik yang akan menggembosi partainya, kelahiran ormas Nasional Demokrat mencemaskan beberapa elit partai politik.
Awal Februari 2010 lalu, sejumlah tokoh politik, akademisi dan budayawan, antara lain Surya Paloh, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Siswono Yudo Husodo, Syamsul Mu’arif, Syafi’i Ma’arif, Anis Baswedan, dan Bambang Sujatmiko bergabung mendeklarasikan organisasi masyarakat (Ormas) Nasional Demokrat (Nasdem).
Menurut sang inisiator Nasdem, Surya Paloh, Nasdem tidak dipersiapkan untuk menjadi parpol. Tetapi lebih kepada kegiatan sosial untuk perubahan. “Pemikiran kami tidak sampai ke sana (parpol.red). Untuk mendirikan parpol itu mudah, sambil `ngopi` juga bisa. Tetapi Nasional Demokrat lain,” kata Surya Paloh usai acara deklarasi di Istora Senayan Jakarta, Senin (01/02/2010) silam. Nasdem menurutnya akan lebih fokus kepada perubahan di masyarakat untuk menghadapi masa depan. Nasdem katanya akan menghimpun semangat seperti semangat yang pernah ditunjukkan semua lapisan masyarakat saat berlangsung Ganefo pada akhir tahun 1962.
Namun, walaupun sudah dijelaskan demikian, dan deklarasinya sendiri dilakukan para tokoh politik dari lintas partai dan beberapa budayawan serta akademisi seperti disebutkan di atas, mungkin mengingat latar belakang sang inisiator, yakni Surya Paloh dan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang merupakan mantan pengurus Partai Golkar, sehingga banyak yang menduga Nasdem kemungkinan besar akan bermetamorfosa menjadi partai politik (parpol).
Fajran Zein dari Banda Aceh seperti dilansir Antara misalnya, ketika menanggapi terbentuknya Nasdem di daerahnya menyebut, bila dilihat dari kepengurusan Nasdem yang pernah duduk di partai politik besar di Indonesia, maka Nasdem diduga bakal menjadi parpol. “Rasanya aneh kalau para elite politik membentuk ormas, seharusnya partai politik. Saya rasa, ormas itu hanya sebagai batu loncatan. Kalau diterima rakyat selanjutnya akan menjadi parpol,” katanya.
Hal senada juga disampaikan pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Alfan Alfian. Seperti dikatakan kepada Rakyat Merdeka, Alfan menilai Surya Paloh diduga sedang mencari peluang untuk membangun kendaraan politik pada Pemilu 2014, dan bisa jadi Nasdem dijadikan eksperimen politiknya.
Ketua Partai Demokrat, Anas Urbaningrum juga menperkirakan Nasdem merupakan embrio parpol. Sehingga ia menganjurkan agar lebih baik kalau dalam waktu yang tidak terlalu lama Nasdem dijadikan saja parpol. “Biar lebih jelas jenis kelaminnya,’’ katanya belum lama ini.
Sedangkan menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Ibramsyah, Nasdem murni sebuah gerakan moral yang muncul atas keprihatinan kondisi bangsa. “Ini gerakan kritis untuk mengingatkan pemerintah SBY,” katanya kepada Rakyat Merdeka. Menurutnya, melihat Syafii Ma’arif, Anis Baswedan, Bachtiar Ali dan beberapa kalangan kampus ikut di dalamnya, Nasdem ini bukan embrio parpol. ‘’Saya kira kalau jadi parpol bisa langsung bubar. Sebab, yang bergabung di situ adalah orang-orang cendikiawan dan tokoh-tokoh parpol,’’ ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ketua DPP Partai Golkar yang juga anggota Komisi I DPR, Yorrys Raweyai. Seperti dikutip Rakyat Merdeka, Yorrys mengatakan bahwa Nasdem sulit menjadi partai politik sebab pendirinya berasal dari berbagai unsur. Sehingga jika dipaksakan, Nasdem menurutnya akan pecah. Sedangkan menurut salah satu deklator Nasdem, Anies Baswedan sendiri, sebagaimana dikutip KOMPAS.com (1/2/2010), Nasdem merupakan solusi pilihan untuk mengatasi permasalahan bangsa.
Tujuan pendiriannya bukan untuk menggembosi oposisi. Orientasi ormas pun pada kegiatan nyata untuk masyarakat seperti pendidikan dan kesejahteraan. Pendiri Nasdem lainnya, Sri Sultan Hamengkubuwono X juga mengatakan, alasan pendirian Nasdem adalah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat sipil dalam urusan kenegaraan.
Belakangan, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh mengatakan tidak memberi jaminan soal masa depan organisasi yang didirikannya, terkait apakah akan tetap bergerak menjadi organisasi sosial dan kemasyarakatan, atau berganti menjadi partai politik. Artinya, Surya mengisyaratkan bahwa tidak tertutup kemungkinan Nasdem akan berubah jadi Parpol jika masyarakat menginginkan demikian.
Mendapat isyarat demikian, ditambah lagi dengan masuknya beberapa kader Partai Golkar (PG) dalam kepengurusan Nasdem, tak urung membuat elit PG merasa khawatir, sehingga memerintahkan kader PG yang menjadi pengurus di Nasdem untuk keluar atau akan diberikan sanksi tegas, sebagaimana disampaikan Sekjen DPP PG, Idrus Marham dalam konferensi pers belum lama ini.
“Tak boleh ada keanggotaan ganda di organisasi yang bercita-cita menjadi parpol. Jadi, jangan terjebak,” kata Idrus, Rabu (23/6/2010). Pasalnya, kata Idrus, wacana yang mengemuka, Nasdem akan dijadikan Parpol dengan target perolehan suara 5-10 persen. “Kalau mau mendirikan partai, ya, silakan ke Nasdem atau ke Golkar. Kami hanya ingin sikap gentleman saja,” ujarnya. Idrus Marham juga menyarankan Surya Paloh untuk mundur dari PG.

Pernyataan Idrus tersebut dengan cepat menjadi bahan perdebatan di kalangan politisi dan pengamat politik nasional. Bahkan menjadi perdebatan terbuka antara Partai Golkar dan Nasdem. Seperti diberitakan, pernyataan Idrus tersebut dengan cepat dibalas Surya Paloh dengan mengatakan, bahwa dia sepenuhnya memahami seruan dari Idrus Marham yang masih politisi “anak kecil” yang baru belajar berpolitik. Ia juga menyatakan agar pimpinan Golkar tak usah gelisah dan merasa terancam dengan kehadiran Nasdem yang sedang coba mengadakan perubahan di negeri ini.
Deklarator Nasdem, Poempida Hidayatulloh juga mengatakan, biarpun banyak diisi kader Golkar dan lintas partai, namun Nasdem bukan sebuah organisasi politik. Dia juga membantah jika gerakan ini muncul gara-gara rasa sakit hati Surya Paloh karena kalah dalam Munas Partai Golkar. ‘‘Bukan gara-gara sakit hati deh, tapi ini didirikan dari lubuk hati demi berbuat di bidang sosial dan moral,’’ katanya.
Sementara Sekjen Nasdem yang juga anggota Dewan Pembina Partai Golkar Syamsul Muarif menanggapi ancaman Idrus Marham dengan sedikit lebih lembut. “Kami ini ormas. Kalau ada kecurigaan, Golkar sebaiknya mengirim utusannya ke Nasdem, atau Golkar yang memanggil kami. Tanya apa duduk perkaranya? Tanya sama saya, Sri Sultan, Ferry dan Surya Paloh,” katanya, Rabu (23/6). Menurutnya, sampai terakhir ini Nasdem masih menjadi Ormas yang bergerak untuk melakukan restorasi Indonesia. Belum ada keputusan menjadi parpol. Karena itu, jangan sampai menghukum atas dasar ‘jika’ menjadi parpol.
“Saya itu sudah katakan berulang kali kalau Nasdem itu Ormas. Kami tidak ada niat untuk menjadi partai. Surya Paloh bilang bukan tidak mungkin jadi partai apabila masyarakat menghendaki dan potensinya besar. Yang kita lakukan saat ini adalah melakukan yang terbaik untuk masyarakat,” terangnya.
Pedapat Syamsul didukung juga oleh Wakil Sekjen Nasdem, Irma Chaniago yang mengatakan pihaknya tidak akan menghalangi bila rakyat menghendaki agar Nasdem berubah menjadi partai politik. “Kalau sudah punya anggota 30 juta, baru bermimpi jadi parpol. Tapi yang melakukan itu harus rakyat. Setelah itu kita lakukan referendum terhadap keinginan anggota itu,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Dari pihak PG sendiri, Wakil Ketua Umum PG Agung Laksono menyerukan agar Nasdem gentleman. “Nasdem kita dengar kalau didukung akan jadi partai. Ada juga pemikiran kalau sudah niat jadi partai yang akan jadi kompetitor Golkar, sebaiknya terang terangan saja, gentleman,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (27/6/2010).
Hal senada dikatakan oleh Wakil Sekjen PG, Nurul Arifin. Nurul menyerukan agar Surya Paloh dan Nasdem fair play, dan jangan menggunakan bangunan parpol lain. Sementara Ketua Umum PG Aburizal Bakrie dengan gaya bahasa ironi justru menyebut bahwa Nasdem itu ormas kecil dan bukan ancaman bagi Golkar.
Di kalangan pengamat, perseteruan antara PG dan Nasdem ini pun menjadi pembahasan tersendiri. Sejumlah kalangan menilai perseteruan itu merupakan kelanjutan persaingan dan pertarungan lama yang terjadi di internal parpol berlambang pohon beringin tersebut, terutama terkait perebutan posisi Ketua Umum beberapa waktu lalu.
Peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bhakti misalnya mengatakan, pertarungan itu lebih bersifat personal. “Saya melihat pertarungannya lebih bersifat personal. Ini sisa-sisa persaingan perebutan kursi Ketua Umum Partai Golkar lalu antara Ical dan Paloh yang dimenangkan oleh Ical,” katanya.
Sementara itu, kalangan pengamat dan politisi sendiri melihat kehadiran Nasdem tidak hanya ‘mencubit’ PG. Ormas ini juga disebut-sebut menjadi momok bagi dua partai besar lainnya, yakni PDIP dan Partai Demokrat (PD). Di tubuh PDIP, kekhawatiran muncul menyusul adanya kader PDIP, yakni Budiman Sudjatmiko yang menjadi anggota Nasdem. Sementara di PD, Nasdem dianggap menjadi kompetitor bila ormas tersebut menjadi Parpol, karena keduanya sama sama mengusung misi demokrasi.
Namun, berbeda dengan PG, PDIP menanggapi permasalahan ini dengan halus. Seperti dinyatakan Ketua Dewan Penasehat PDIP Taufik Kiemas, PDIP tidak melarang kadernya bergabung di Nasdem. Taufiq mengatakan, Nasdem memiliki visi nasionalisme yang sama dengan PDIP. Namun demikian, Taufiq akan menegur kadernya jika Nasdem sudah mendeklarasikan diri menjadi parpol. 


Tapi, kalau Nasdem merubah status menjadi parpol, kadernya diperingatkan untuk kembali atau meninggalkan PDIP.
Tidak jauh berbeda dengan dua partai di atas, Partai Demokrat (PD) juga memandang Nasdem sebagai kompetitor jika memang menjadi parpol dalam Pemilu 2014. “Setiap partai itu kompetitor,” demikian ujar Ketua DPR Marzuki Alie di Gedung DPR Senayan, (24/6) terkait isu Nasdem menjadi parpol.
Namun Marzuki yakin PD tidak akan tersaingi oleh Nasdem. “Kita membangun daya saing, menarik hati rakyat, itu tergantung perjalanannya nanti,” katanya.
Belakangan, Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie juga akhirnya mengatakan tidak melarang jika ada kadernya gabung dengan Nasdem selama itu masih ormas. “Selama Nasional Demokrat masih ormas, saya tidak melarang saudara-saudara bergabung ke sana,” kata Aburizal saat konsolidasi DPP Golkar dengan ormas yang didirikan dan mendirikan Golkar di Hotel Sahid, Jakarta. Aburizal juga mengatakan dirinya tidak akan memberi sanksi jika ada yang gabung. Karena anggota Golkar tidak dilarang gabung dalam ormas. Namun jika Nasdem berubah jadi partai, ia mengatakan kadernya harus memilih tetap di Golkar atau ke Nasdem.
Terlepas dari kecemasan dari parpol-parpol yang ada sekarang, kehadiran Nasdem yang jajaran pengurusnya diawaki oleh para mantan pengurus PG itu, yakni Surya Paloh sebagai Ketua Umum; Syamsul Mu’arif sebagai Sekjen; Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Ketua Dewan Pertimbangan; dan Dr. (HC) Ir. H. Siswono Yudo Husodo sebagai Ketua Dewan Pakar Nasdem, ini telah mengawali pertarung politik tahun 2014. Pecahnya kembali ‘kapal’ Partai Golkar tampaknya semakin susah dihindarkan.

Sumber  : Berita Indonesia